Bencana di Teluk Balikpapan
KOLOM - Petaka tumpahnya minyak di perairan Teluk Balikpapan, Kalimantan Timur, sudah mencapai tahap kritis. Area seluas 7.000 hektare telah tercemar. Genangan minyak juga menyebabkan kebakaran yang menewaskan lima orang. Seharusnya pemerintah tak berdiam diri melihat bencana tersebut.
Sikap PT Pertamina yang kurang sigap menangani bencana tumpahnya minyak itu patut disesalkan. Insiden pada 31 Maret lalu tersebut terjadi akibat patahnya pipa penyalur minyak mentah mereka dari Terminal Lawe-lawe, di Penajam Paser Utara, ke kilang Balikpapan.
Pipa yang dipasang pada 1998 itu putus dan bergeser sekitar 120 meter dari posisi awalnya di dasar perairan Teluk Balikpapan. Namun perusahaan minyak pelat merah itu baru menutupnya empat hari setelah kejadian.Seperti dikutip dari Tempo.co
Pipa yang dipasang pada 1998 itu putus dan bergeser sekitar 120 meter dari posisi awalnya di dasar perairan Teluk Balikpapan. Namun perusahaan minyak pelat merah itu baru menutupnya empat hari setelah kejadian.Seperti dikutip dari Tempo.co
Kerusakan ekosistem telanjur terjadi: sekitar 34 hektare tanaman mangrove terkena dampak, dan 2.000 bibit mangrove milik warga Kampung Atas Air Margasari serta biota laut jenis kepiting mati di Pantai Banua Patra. Masyarakat di area permukiman yang masih terpapar tumpahan mengeluhkan bau minyak yang menyengat.
Pemerintah dan aparat penegak hukum seharusnya turun membentuk tim investigasi untuk menyelidiki kasus ini. Dalih Pertamina, bahwa pipa bergeser karena terkena jangkar kapal, tak bisa diterima begitu saja. Mesti dilakukan penyelidikan lapangan.
Bila terbukti melakukan kelalaian yang berdampak kerusakan lingkungan dan menelan korban, perusahaan minyak itu bisa dijerat dengan Pasal 99 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Ancaman hukumannya 9 tahun penjara dan denda Rp 9 miliar. Selain itu, memberikan ganti rugi kepada masyarakat dan lingkungan yang terkena dampak.
Bila terbukti melakukan kelalaian yang berdampak kerusakan lingkungan dan menelan korban, perusahaan minyak itu bisa dijerat dengan Pasal 99 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Ancaman hukumannya 9 tahun penjara dan denda Rp 9 miliar. Selain itu, memberikan ganti rugi kepada masyarakat dan lingkungan yang terkena dampak.
Pemerintah seharusnya berkaca pada kasus tumpahnya minyak di kilang minyak British Petroleum (BP) di Teluk Meksiko, Amerika Serikat. Pengadilan setempat berani menghukum BP dan dua kontraktor pengeboran, yakni Transocean dan Halliburton, atas kesalahan tumpahan minyak tersebut pada 2010. Mereka dianggap lalai. BP tetap dihukum meski saat itu telah mengeluarkan dana US$ 4,9 miliar (Rp 67 triliun) untuk biaya pembersihan dan denda.
Saat ini kita belum banyak melihat apa yang dilakukan Pertamina, juga pemerintah. Ini bencana lingkungan. Pemerintah perlu membentuk tim mitigasi yang melibatkan sejumlah pihak terkait, dari Pertamina sendiri, Kementerian Lingkungan Hidup, Badan Pengendalian Lingkungan Hidup Daerah, Badan Nasional Penanggulangan Bencana, akademikus, LSM lingkungan, hingga masyarakat setempat.
Langkah sigap mitigasi bencana tumpahnya minyak ini tak bisa ditawar-tawar lagi. Selain itu, Pertamina yang beroperasi di perairan Teluk Balikpapan harus memperketat pengawasan terhadap pipa-pipa yang dipasang di sana, baik dari kemungkinan terseret jangkar kapal maupun pencurian.
Populer